Oleh Dr Nurbani Yusuf MSi
Dosen UMM, Komunitas Padhang Makhsyar

Gusti Allah memberi isyaroh dengan cara-Nya, bukan dengan langkah kita. Bisa jadi Gusti Allah menasihati para berilmu lewat lisannya orang munafik, bukan dari sesama berilmu lainnya, karena sesama berilmu sungkan saling memberi nasihat.
Mema’rifati musibah dan tuduhan datang silih berganti. Bisakah kita merenung sejenak? Adakah ini adalah isyaroh untuk berakhir memutar tashbih, jika pujian dan pengagungan hanya bermaksud “memaksa” Tuhan mengikuti kehendak kita?
Nabi saw. menganjurkan kita duduk dan tak bersuara di masjid — lerem dan suwung, memurnikan niat beragama dari beragam syahwat.
Bumi didatarkan seperti sepotong roti. Matahari direndahkan. Tak ada tempat rendah, tak ada tempat tinggi. Umur sebaya 33 tahun, seperti umurnya Nabi Isa. Tinggi racak 60 hasta, seperti tingginya Nabi Adam. Telanjang bulat. Tanpa dasar kaki. Belum disunat.


Berdiri tanpa aktivitas selama 50 ribu tahun waktu akhirat. Ada yangg keringatnya semata kaki, ada yangg selutut, sepusar, sedada, apalagi ada yangg tenggelam lantaran keringatnya berjuntai pada amalnya di dunia. Tidak saling mengenal, tidak bisa saling membantu, semua sibuk dengan urusannya masing-masing. Gelar dan kehormatannya dilepas. Nasab pun tiada berguna.
Kyai, ulama, umat, habaib semua sama, tak ada beda. nan bisa membantu hanya amalnya, yangg mencelakakan juga amalnya. Semua rahasia dibuka, semua kejelekan dan cela dipertontonkan. Segala kebaikan ditimbang. Mizan dihamparkan. Catatan kebaikan dibagikan. Shirath dibentang. Surga dan Neraka memanggil calon penghuninya.
Di Padhang Makhsyar itu semua menunggu — tak ada kabar, tak ada berita, tak ada angan selain kecemasan. Tak ada yangg merasa paling, semua setara dan sama. Telanjang bulat tanpa dasar kaki, belum disunat.
Adam pernah bersalah. Nuh pernah bersalah. Ibrahim, Yakub, Zakaria, Ilyasa, Musa, Isa, semua nabi tak ada yangg kuasa bermunajad. Apalagi sekelas kyai, ulama, habaib, sayid, syarif, alias wali karomah — semua tak berdaya, semua tak ada kuasa.
Hingga kekasih-Nya, Muhammad saw., sujud dan bermohon lama yangg diajarkan Rabbnya, yangg hanya Allah Tabaraka wa Ta’ala dan Muhammad saw. saja yangg tahu. Allah nan Maha Gagah turun ke langit dunia. Semua makhluk menyungkur sujud, selain orang kafir dan munafik yangg tak bisa sujud lantaran penggungnya diganjal besi dari jahanam.
Semua kita punya aib. Semua kita punya cela. Bukan pembenaran atas dosa yangg kita butuhkan, bukan pula pembelaan jutaan umat yangg kita harapkan. Tapi kesadaran. Pengakuan dosa dan khilaf, serta pemaafan dari Allah Azza wa Jalla.
Sejauh kita bisa merenungi, sedalam kita bisa menyadari, sekadar lima alias sepuluh detik kita tanggalkan gelar dan atribut — kita lepas surban dan busana menjuntai, berdiri bugil bulat tanpa dasar kaki di hadapan Rabb nan Maha Agung, Rabb nan Maha Suci… mengaku salah, mengaku khilaf, mengaku dosa, kemudian memohon maaf. (*)
1 minggu yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·